“Aku kan cantik, bodyku gitar spanyol, kulitku sawo matang, jari tanganku lentik, aku punya wajah manis yang sangat enak dipandang, blablablabla….”
Bak
sebuah kebanggaan bagi sebagian orang jika memiliki keindahan fisik.
Karena itu pula, bagi yang merasa
tak dianugrahi sedikitpun untuk cantik pasti akan men-judge Tuhan nggak pernah adil.
Padahal
menjadi cantik bukan hanya sebuah kenikmatan, cantik pun adalah sebuah ujian
bagi yang memikirkannya. Jelas amat ‘tidak baik’kan? Jika punya wajah cantik
tapi kelakuan nggak ada yang bisa diandalkan. Kecantikan sebenarnya dilihat
dari dalam, Sis! Jika sudah punya inner
beauty maka Insya Allah akan terpancar kecantikan fisik.
Ada sebuah muhasabah indah
yang kukutip dari sebuah buku ‘Menggapai Qalbu Salim’ karya Aa Gym…
***
Silahkan
tatap cermin di hadapan Anda, dan lihatlah keadaan wajah Anda!!!
Seraya bertanya,
“Hei wajah, apakah engkau ini kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana? Atau malah engkau
ini akan hangus legam terbakar dalam bara Jahannam?”
Lalu
tatap mata kita, seraya bertanya, “Hei mata, apakah engkau ini yang kelak dapat
menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Maha Agung, menatap
keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para nabi, menatap kekasih-kekasih
Allah kelak? Ataukah engkau ini yang terbeliak, melotot, menganga, terburai, dan
meleleh ditusuk baja membara? Akankah engkau yang seringkali terlibat maksiat
ini akan menyelamatkan? Wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini?”
Tanyalah,
mulut kita ini, “Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut
kalimat thoyibah, laaillaahaillallah? Ataukah akan menjadi mulut yang berbusa
yang akan menjulur-julur, menjadi pemakan buah zaqum yang getir, menghanguskan,
dan menghancurkan setiap usus? Atau menjadi peminum lahar dan nanah yang panas
membara? Saking terlalu banyak dusta, gibah, dan fitnah serta yang yang terluka
karena mulut ini…?
Wahai
mulut, apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang. Betapa banyak dusta yang engkau
ucapkan! Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang
mengiris tajam! Berapa banyak kata-kata manis semanis madu palsu yang engkau
ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa
jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau
syahdu memohon agar Allah mengampunimu…?”
Berdialoglah
dengan diri ini, “Hai…kamu ini anak shalih atau anak durjana? Apa saja yang
telah kau peras dari orangtuamu selama ini? Tetapi, apa yang telah engkau
berikan kepada keduanya, selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya? Tidak
taukah engkau, betapa sesungguhnya engkau adalah mahluk yang tidak tahu
membalas budi!”
“Wahai
tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersuka cita, bercengkrama
di surga sana?
Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar jahannam,
yang kan
terus terasa tanpa ampun, memikul derita tiada akhir?”
“Wahai
tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang
engkau zalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang
engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang
engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang
engkau rampas?”
“Wahai
tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau
malah sekelam kotoran-kotorang yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah
ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah
penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?”
Lalu
ingatlah amal-amal kita, “Hai tubuh apakah kau ini mahluk mulia atau
menjijikkan? Berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik
penampilanmu itu?”
“Apakah
engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang
engkau nafkahkan di jalan kebebanaran bandingkan dengan yang engkau gunakan
untuk memenuhi selera rendah hawa nafsumu?”
“Apakah
engkau ini sahalih/shalihah seperti yang engkau tampakkan? Khusyukkah Salatmu, Zikirmu.
Doamu…? Ikhlaskah engkau melakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah engkau ini
menjadi riya` tukang pamer?”
Sungguh!
Betapa banyak perbedaan antara yang nampak di cermin dengan apa yang
tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh ‘topeng’ tersebut…
Keindahan
wajah yang terlihat sekarang mungkin akan sirna termakan waktu. Namun,
keindahan akhlak tak kan
hilang. Tapi justru akan terbayar oleh kenikmatan yang jauh lebih indah dari
apa yang terlihat di dunia…Wallahu a`lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar